Minggu, 12 Januari 2014

Father's Day


Kemarin, Selasa 12 November, timeline Fesbuk penuh dengan ucapan dan quotes dalam rangka memperingati hari ayah. Ada yang puitis bikin sajak atau cerita tentang kisah perjuangan Ayah saat menyambut kelahiran buah hatinya, kisah saat melepas sang putri kesayangan di pelaminan, kisah saat mengajari anaknya bagaimana sholat dan baca Quran, kisah saat sang Ayah menunggu dengan cemas anak gadisnya yang belum pulang hingga larut, dan kisah lainnya.

Tergelitik sih jari-jari ini untuk sekedar mengetik 'Happy father's Day, Papa', 'Selamat Hari Ayah', 'Love you Dad, ever after'. Tapi.. ah tetap saja bagian dalam diriku yang paling kelam dan traumatik itu mengekangku dalam cawan keegoisan: 'Papa, seingatku, gak pernah ngelakuin hal-hal seperti kisah-kisah itu'.

Suatu hari - sekitar Juni tahun lalu - Papa pernah mengirim SMS berisi 'Papa sama Mama, akan sayang terus ke Dini dan adik-adik'. But wait.. Papa sms itu setelah aku mengirim sms yang menanyakan penjelasan isu kegonjang-ganjingan rumah tangga dan adanya wanita lain di hubungan Mama-Papa (sebenarnya, bukan ranah gue nanyain hal begituan. Tapi bingung juga ngedenger Mama curhat mulu sambil nangis-nangis, nyesek). Mudah-mudahan itu memang terlontar tulus dari lubuk hati Papa yang terdalam.

Kali ini, sepertinya sebuah cermin besar di arahkan tepat ke wajahku. Menuntut aku bercermin diri. "Sudah baikkah kau dengan segala ilmu yang sedikit kau punya? Apakah congkak dan angkuh itu masih menari-nari dalam hati? Merasa diri lebih sempurna, bukankah salah satu sifat utama iblis atas manusia? Lantas, doa-doa untuk orangtuamu masihkah terlantun dari lidahmu?"

Kalau saja kubisa, ingin kupecahkan cermin itu menjadi bongkahan kecil. Dan tetap berlagak bahwa memang aku benar dengan segala apa yang kuketahui dan kurasakan. Nyatanya, cermin itu malah membuat ku tersungkur di kepekatan malam. Rabb-ku sudah memberikan contoh dan hikmah dari perjuangan dan dakwah Ibrahim terhadap Azar bahkan Rasulullah terhadap Abdul Mutholib. Perjuangan tak kenal henti, dan tidak berputus asa dari rahmat Allah.

Mungkin belum tiba saatnya, Papa mengetahui alasan mengapa Allah memberikan tempat khusus untuk kisah Luqman dan anaknya dalam Al-Quran. Bahwa, seorang Ayah mempunyai peran mendidik, menjadi teladan dan memberikan nasihat untuk sang buah hati. Bahwa, anakpun butuh komunikasi hati ke hati dengannya. Bahwa, Ayah harusnya gusar ketika anak perempuannya keluar dengan lelaki yang bukan mahram. Bahwa, Ayah seharusnya bisa menjadi 'The first hero for son, and the first love for daughter'. Bahwa.. Ah sudahlah. Toh, untuk urusan materi dan pemenuhan kebutuhan keluarga, Papa masih bisa menunjukkan tanggung jawabnya.

Semoga, dengan umur yang semakin sedikit, Papa bisa mengenal siapa Tuhannya, menyapa Tuhannya, dan menjalankan titah Tuhannya. Semoga, hidayah itu akan sampai ke Papa. Aamiin

Rabu, 13 November 2013