Jumat, 15 Agustus 2014

Bismillah



Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Untukmu lelaki sang pemilik rusuk, pelengkap jemari, pengiring langkah, dan pelengkap setengah Dien-ku
Semoga Rabbku selalu menjagamu

Rencana akad nikah dan walimatul 'ursy yang telah kita diskusikan beberapa bulan lalu, akhirnya dalam hitungan jam akan terealisasi, In syaa Allah.
'Sepertinya' sejak awal kita telah sepakat kalau pernikahan adalah visi peradaban dengan misi melahirkan dan membentuk sebaik-baiknya generasi
Jauh-jauh hari, kita sudah sama-sama mempersiapkan aspek jasadiyah, amaliyah, fikriyah, dan finansial kita (walau belum sempurna betul)
Lalu kita lalui proses ta'aruf yang kita upayakan tetap dalam koridor syariat. In syaa Allah
Oh iya, maaf jika komunikasi kemarin aku mungkin terlalu menyingkat obrolan
Tak banyak memang yang kita bicarakan. Bisa jadi kita sama-sama kikuk untuk menanyakan apa dan membicarakan hal apa.
Tapi alasan lain adalah, aku merasa perlu untuk menjaga hatiku dan hatimu
Perlu dirimu ketahui, perasaanku selama melewati proses saat itu sering kali berkecamuk tak karuan
Bahkan tak jarang pikiranku dipenuhi bayang-bayang imajinasi romantika
Bukan apa-apa, yang ku takutkan adalah, ketika rencana dan proses ini gagal di perjalanan. Sedangkan hatiku dengan segala macam perasaan itu belum bisa bergeser dari angan tentang dirimu
Dan terburuknya, malah akan menjadi penyakit hati pada akhirnya.

Sebenarnya inti dari suratku ini adalah pernyataan (boleh juga kau sebut ikrar) dariku untuk meneguhkan niatku melangkah.
Saat akad nikah telah menjadi legitimasi kita untuk berinteraksi secara halal, maka saat itulah kudeklarasikan diriku untuk menjadi makmum atas keimamanmu.
Menyelaraskan langkahku dan langkahmu dalam titian Quran dan Sunnah.
Memprioritaskan azas tabayyun dan musyawarah atas setiap problematika keluarga
Menghadirkan suasana penuh cinta dan kasih sayang, terutama dalam membina sang buah hati

Kemudian, percayakan semua padaku
Untuk menjaga kehormatanmu, menjaga hartamu, mendidik dan membesarkan anakmu, menghormati orang tua dan keluarga besarmu, serta yang terpenting adalah menaatimu dalam ketaatan padaNya.
Menerima dengan keikhlasan hati pemberian atas setiap hasil peluhmu.
Ku upayakan memenuhi semua kewajibanku padamu, setelah itu kuserahkan padamu untuk memenuhi apa yang menjadi hakku.
Tapi, lancangkah aku, jika memintamu untuk menjadikanku satu-satunya wanita dalam hatimu, maksudku -pastinya- selain ibumu..
Sepanjang aku mampu menjalankan peranku sebagai istri dan ibu..
Egoiskah aku? Bisa jadi. Mungkin itulah kelemahan terbesarku. Atau kelemahan hampir sebagian besar wanita
Entahlah, atau bisa jadi karena aku melihat sosok Bunda Khadijah yang menjadi satu-satunya wanita pendamping Rasulullah, semasa sang Bunda hidup.

Dan sebelumnya aku mohon maaf, jika di perjalanan nanti akan ada kesilapan, mungkin dalam kata, mungkin dalam sikap, atau mungkin dalam keistiqomahanku
Nasihatilah aku dengan kehati-hatian dan kelemah-lembutan
Layaknya fitrah wanita seperti tulang rusuk, yang jika dibiarkan ia akan tetap bengkok
Namun jika diluruskan secara paksa, tak ayal mungkin ia patah berkeping-keping

Menurutku, kisah kita akan unik
Berawal dari kita yang tak saling mengenal
Kemudian bertemu di titik kesiapan untuk membina sunah Rasul
Dan kita akan menghabiskan sisa hidup untuk saling mengenal dan memahami, karena untuk mengenalmu rasanya tak cukup hanya dalam setahun atau sewindu
Masing-masing kita, dalam episode lalu, mungkin pernah merasa jatuh cinta pada sosok lain
Namun, di titik ini kita sepakat untuk membangun cinta, dalam koridor berkah. In syaa Allah

Begitu lah, semoga Allah berkenan atas langkah kita, melimpahkan rahmat dan berkah atas keluarga kita. Menjadikan rumah sebagai surga, sebelum pertemuan di surgaNya kelak.. Aamiin ya Rabb

Jumat, 15 Agustus 2014