Kau
tahu, rasa itu, rasa yang kukhususkan untukmu, pernah membuncah dan bergemuruh
dalam dadaku beberapa waktu lalu.
Kau
tahu, hanya untuk sekedar memastikan dan menunggu cita cinta darimu, aku sampai
nekad membatalkan pinangan lelaki lain.
Walau
saat itu, kau masih sering menggumamkan sosok wanita bermata indah, dalam
untaian dan tarian kata-katamu. Wanita yang bahkan telah menjadi pendamping
lelaki lain.
Kau
tentu menyadari, ungkapan kekagumanku terhadap sosok dirimu, yang tersirat
pernah ku sampaikan dengan menilai karya-karyamu. Menilai dengan bahasa yang
berlebihan, kurasa.
Ku
ikuti alur diskusi denganmu, tentang politik, kritik sosial bahkan ideologi
keagamaan. Walau tema-tema itu sangat tidak menarik bagiku.
Lain
waktu, ditemani dengan tawa renyahmu, kita bercerita ulang tentang kisah yg
lalu. Tentang kau yg sok tahu, tentang aku yang sok centil. Tp diskusi bagian
inilah yg aku sukai, amat sangat. Seandainya bisa kau lihat wajahku saat itu
memerah. Aku tersenyum sendiri, ternyata kisah itu belum luput dari ingatanmu..
Dan, waktu-waktu kemarin, entah kenapa aku sempat membangun angan tentangmu, tentangku dan tentang kita. Ada harap kau mendatangi ayahku. Menyusun rencana-rencana indah menggenapkan setengah Dien.
Tapi
kusadari, aku naif, terlalu percaya diri mengartikan interaksi kasual ini. Sepertinya
kau tidak bergeming untuk menuju arah sana. Mungkin kau selayaknya memang
sekedar teman. Lucu juga setelah kupikir-pikir, kalau terjadi hal semacam itu
antara kita. Hingga akhirnya, kuputuskan untuk meninggalkan rasa itu, meski
tidak bisa aku lupakan.
Namun, yang kusesali dari sikapmu adalah kenapa baru kau sampaikan 'pengajuan' itu sekarang, pinangan yang dulu kuanggap hanya angan kosong, pinangan yangdatang setelah aku mulai menjalin rencana dengan lelaki sholih lain. Tidak, aku tidak akan membandingkan antara dirimu dengannya. Karena kali ini aku akan terus melangkah dengannya menuju sunah sang Rasul.
Kau tahu, aku serasa seperti gadis bermata indah itu. Mgkin sebelumnya, ia sangat menantikanmu. Namun terhalang karena keragu-raguan. Entahlah, mungkin ia ragu, kau ragu, bahkan... aku ragu untuk memulai.